Peraturan & Regulasi
A. Perbandingan
Cyber Law
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat
pada saat ini dalam pemanfaatan jasa internet juga mengaibatkan terjadinya
kejahatan. Yaitu Cybercrime, cybercrime
merupakan perkembangan dari komputer crime.
Rene L. Pattiradjawanemenjelaskan bahwa konsep hukum cyberspace,
cyberlaw dan cyberline yang dapat menciptakan komunitas pengguna jaringan
internet yang luas (60 juta), yang melibatkan 160 negara telah menimbulkan
kegusaran para praktisi hukum untuk menciptakan pengamanan melalui regulasi,
khususnya perlindungan terhadap milik pribadi.
JohnSpiropoulos
mengungkapkan bahwa cybercrime juga memiliki sifat efisien dan cepat serta
sangat menyulitkan bagi pihak penyidik dalam melakukan penangkapan terhadap
pelakunya.
Cyberlaw adalah sebuah istilah atau sebuah ungkapan yang
mewakili masalah hukum terkait dengan penggunaan aspek komunikatif,
transaksional, dan distributif, dari teknologi serta perangkat informasi yang
terhubung ke dalam sebuah jaringan atau boleh dikatakan sebagai penegak hukum
dunia maya.
Beberapa
topik utama diantaranya adalah perangkat intelektual, privasi, kebebasan
berekspresi, dan jurisdiksi, dalam domain yang melingkupi wilayah hukum dan
regulasi.
Cyberlaw lainnya adalah bagaimana cara memperlakukan
internet itu sendiri. Dalam bukunya yang berjudul Code and Other Laws of
Cyberspace, Lawrence Lessigmendeskripsikan empat mode utama regulasi internet,
yaitu:
1. Law (Hukum)
2. Architecture (Arsitektur)
3. Norms (Norma)
4. Market (Pasar)
B. Computer Crime
Act ( Malaysia )
Computer Crime Act adalah sebuah undang-undang untuk
menyediakan pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan
komputer di malaysia. CCA diberlakukan pada 1 juni 1997 dan dibuat atas
keprihatinan pemerintah Malaysia terhadap pelanggaran dan penyalahgunaan
penggunaan komputer dan melengkapi undang-undang yang telah ada.
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) merupakan
cyberlaw (undang-undang) yang digunakan untuk memberikan dan mengatur bentuk
pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan komputer.
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang
dikeluarkan oleh Malaysia adalah peraturan Undang-Undang (UU) TI yang sudah
dimiliki dan dikeluarkan negara Jiran Malaysia sejak tahun 1997 bersamaan
dengan dikeluarkannya Digital Signature Act 1997 (Akta Tandatangan Digital),
serta Communication and Multimedia Act 1998 (Akta Komunikasi dan Multimedia).
Di Malaysia, sesuai akta kesepakatan tentang kejahatan
komputer yang dibuat tahun 1997, proses komunikasi yang termasuk kategori
cybercrime adalah komunikasi secara langsung ataupun tidak langsung dengan
menggunakan suatu kode atau password atau sejenisnya untuk mengakses komputer
yang memungkinkan penyalahgunaan komputer pada proses komunikasi terjadi.
Keputusan keamanan sistem informasi yang paling penting pad
saat ini adalah pada tatanan hukum nasional dalam membentuk undang-undang dunia maya yang mengatur aktifitas dunia maya
termasuk pemberian sanksi pada aktifitas jahat dan merugikan.
C. Council of
Europe Convention On Cyber Crime
Council of Europe Convention on Cybercrime (COECCC)
merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan
yang tepat dan untuk meningkatkan kerjasama internasional dalam mewujudkan hal
ini.
Jadi menurut saya diantara ketiga pengertian tersebut
mempunyai hubungan yang saling terkait, yaitu untuk cybercrime merupakan
perkembangan dari komputernya itu sendiri, cyberlaw merupakan penegak hukumnYa
(boleh dikatakan sebagai undang-undang) dalam dunia maya, dan Council of Europe
Convention on Cybercrime adalah suatu wadah atau organisasi yng meilndungi
masyarakat dari kejahatan dunia maya.
A. UU No. 19
Tentang Hak Cipta & Ketentuan Umum, Lingkup Hak Cipta, Perlindungan Hak
Cipta, Pembatasan Hak Cipta
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang
Hak Cipta, yaitu yang berlaku saat ini Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam
undang-undang tersebut pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta
atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang
berlaku( pasal 1 ayayt 1).
1. Lingkup hak
cipta
Lingkup Hak Cipta Diatur Di Dalam Bab 2 Mengenai Lingkup Hak
Cipta pasal 2-28 :
a. Ciptaan yang dilindungi (pasal 12), Ciptaan yang
dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang
mencakup: buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis
yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, ceramah, kuliah, pidato,
dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu, alat peraga yang dibuat untuk
kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa
teks, drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim,
seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, arsitektur, peta,
seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga
rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
b. Ciptaan yang tidak ada Hak Cipta (pasal 13), hasil rapat
terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan
atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim atau
keputusan badan arbitrase atau keputusan jenis-jenis lainya.
2. Perlindungan
Hak Cipta
Perlindungan hak cipta pada umumnya berarti bahwa penggunaan
atau pemakaian dari hasil karya tertentu hanya dapat dilakukan dengan ijin dari
pemilik hak tersebut. Kemudian yang dimaksud menggunakan atau memakai di sini
adalah mengumumkan memperbanyak ciptaan atau memberikan ijin untuk itu.
Pasal 12 ayat 1 :
(1) Dalam Undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah
ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang mencakup :
a.Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out)
karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis
dengan itu alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan.
c. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
d. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan
dan pantomime.
e. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar,
seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.
Arsitektur, peta, seni batik.
f. Fotografi dan Sinematografi.
g. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, data base, dan
karya lain dari hasil pengalih wujudan.
(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi
sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah
merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil
karya itu.”
Menurut Pasal 1 ayat 8, Yaitu :
Program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan
dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan
dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer
bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang
khusus, termasuk penyiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
Dan Pasal 2 ayat 2, Yaitu :
Pencipta dan /atau Pemegang Hak Cipta atas karya
sinematografi dan program komputer (software) memberikan izin atau melarng
orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk
kepentingan yang bersifat komersial.
4. Pembatasan Hak Cipta
Pembatasan mengenai hak cipta diatur dalam pasal 14, 15, 16
(ayat 1-6), 17, dan 18. Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran
hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu
dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk
kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan,
kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini
adalah “kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat
ekonomi atas suatu ciptaan”. Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan
ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus
untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang
dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan
sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit
jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program
komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya,
untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.
B. Prosedur
Pendaftaran HAKI
Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta pasal
35 bahwa pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual (Ditjen HAKI) yang kini berada di bawah Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan
langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HAKI. Permohonan pendaftaran hak
cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan
formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web
Ditjen HAKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan
terdaftar dikelola oleh Ditjen HAKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa
dikenai biaya. Prosedur mengenai pendaftaran HAKI diatur dalam bab 4, pasal
35-44.
C. UU no 36 Tentang
Telekomunikasi
UU no.36 tentang telekomunikasi, azaz, dan tujuan
telekomunikasi, penyedikian, sanksi administrasi dan ketentuan pidana
Dibuatnya Undang Undang No 36 tentang telekomunikasi
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
salah satunya adalah
Bahwa penyelenggara komunikasi mempunyai arti strategis
dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan
pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan
hasil-hasilnya, serta meningkatkan
hubungan antar bangsa
Telekomunikasi berdasarkan Undang Undang No 36
Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman atau
penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda tanda,isyarat,tulisan
,gambar,suara dan bunyi melalui system kawat,optic,radio atau system
elektromagnetik lainnya
Asas dan Tujuan Telekomunikasi berdasarkan Undang Undang No
36
Pasal 2
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat,
adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan
pada diri sendiri.
Pasal 3
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung
persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan,
serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
Penyidikan Telekomunikasi berdasarkan Undang Undang No 36
Pasal 44
(1)Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia,
juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang
khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara
Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berwenang :
a.melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
b.melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum
yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomuniksi.
c.menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat
telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
d.memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi
atau tersangka;
e.melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat
telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana
di bidang telekomunikasi;
f.menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan
tindak pidana di bidang telekomunikasi;
g.menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat
telekomuniksi yang digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di
bidang telekomunikasi;
h.meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi; dan
i.mengadakan penghentian penyidikan.
(3)Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Sanksi Administrasi Telekomunikasi berdasarkan Undang Undang
No 36
Pasal 45
Barang siapa melanggar ketentuan-ketentuan Pasal 16 ayat
(1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat
(1), Pasal 29 ayat (1),Pasal 29 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat
(2),Pasal 34 ayat (1), atau Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.
Pasal 46
(1)Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
berupa pencabutan izin.
(2)Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.
Ketentuan Pidana Telekomunikasi berdasarkan Undang Undang No
36
Pasal 47
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 48
Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Pasal 49
Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan
atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 51
Penyelenggara telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2) , dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 52
Barang siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan,
atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia
yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 ( satu) tahun dan atau denda
paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53
(1)Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp.
400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2)Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun.
Pasal 54
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
Pasal 55
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan
atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun.
Pasal 57
Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
Pasal 58
Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52, atau
Pasal 56 dirampas untuk negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 59
Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48,
Pasal 49, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal
57 adalah kejahatan.
D. UU tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE) Dan Peraturan Lain Yang Terkait
(Peraturan Bank Indonesia Tentang Internet
Salah satu tugas pokok Bank Indonesia sebagaimana
diamanatkan dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah mengatur dan mengawasi bank. Dalam
rangka pelaksanaan tugas tersebut Bank Indonesia diberikan kewenangan sbb:
Menetapkan peraturan perbankan termasuk ketentuan-ketentuan
perbankan yang memuat prinsip-prinsip kehati-hatian.
Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan
usaha tertentu dari bank, memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan
kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank.
Melaksanakan pengawasan bank secara langsung dan tidak
langsung.
Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Pelaksanaan kewenangan tugas-tugas tersebut di atas
ditetapkan secara lebih rinci dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI).
Terkait dengan tugas Bank Indonesia mengatur dan mengawasi
bank, salah satu upaya untuk meminimalisasi internet fraud yang dilakukan oleh
Bank Indonesia adalah melalui pendekatan aspek regulasi. Sehubungan dengan hal
tersebut, Bank Indonesia telah mengeluarkan serangkaian Peraturan Bank
Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia yang harus dipatuhi oleh dunia
perbankan antara lain mengenai penerapan manajemen risiko dalam penyelenggaraan
kegiatan internet banking dan penerapan prinsip Know Your Customer (KYC).